Kolonialisme dan Gerakan Pemuda
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah merupakan akumulasi dan kulminasi dari dialektika kondisi obyektif dengan tindakan subyektif masa sebelumnya. Oleh karena itu gerakan mahasiswa Indonesia tidak lepas dari pengaruh penyebaran ideologi liberal, nasionalisme, sosiaisme, komunisme, perang-perang heroik di dalam maupun luar negeri; gerakan petani abad 19, gerakan buruh pada awal abad 20 maupun sosial-demokrat, dan Islam, serta kondisi-kondisi ekonomi politik lainnya.
Seperti halnya negara yang pernah terjatuh pada kolonialisme, gerakan mahasiswa di Indonesia muncul pada saat-saat akhir kolonialisme kapitalis Belanda. Setelah kemenangan golongan liberal atas golongan konservatif, politik “balas budi” atau politik etis mulai diterapkan di Indonesia. Salah satu kebijaksanaan politik etis adalah edukasi / pendidikan. Kebijaksanaan ini diberlakukan dengan mendirikan sekolah-sekolah, mulai dari sekolah tingkat dasar hingga sekolah-sekolah tinggi, golongan pribumi diberi kesempatan untuk menempuh pendidikan. Sejak saat itu banyak golongan pribumi yang mendapatkan kesempatan sekolah di luar negeri seperti Hatta, dan banyak tokoh yang bisa menyelesaikan studinya di Indonesia seperti Soekarno, dr. Soetomo, dll.
Dibukanya sekolah-sekolah tersebut memberikan penagaruh bagai kesadaran kebangsaan bangsa Indonesia. Ilmu pengetahuan dari Utara yang rasional berpadu dengan pengalaman-pengalaman bangsa lain yang sedang bergolak di Selatan dalam memperjungkan demokratisasi—khususnya di Tiongkok—telah membuka sel-sel otak bangsa pribumi tentang arti nasionalisme. Ditengah situasi seperti inilah, gerakan mahasiswa di Indonesia mulai tumbuh. Adalah Tirto Adisuryo Sang Pemula itu, setelah jebol dari Stovia—sekolah kedokteran pada masa Belanda—merintis organisasi modern pertama bagi pribumi yaitu Sarekat Prijaji (1905) kemudian Boedi Oetomo (1908)—yang dalam sejarah resmi dianggap sebagai organisasi modern yang pertama-- yang juga didirikan oleh mahasisa-masiswa Stovia—dipelopori oleh Soetomo. Boedi Oetomo dapat bertahan hidup sampai tahun 1920.
Setelah dua organisasi di atas, mulai menjamurlah organisasi-organisasi modern di Indonesia. Serekat Prijaji setelah bubar berubah menjadi Serikat Dagang Islamiah (SDI) dengan basis utamnya kaum pedagang—yang kemudian berkembang menjadi SI dan dalam perkembangan selanjutnya sebagai embrio dari PKI. Sementara itu, di Bandung pada 6 September 1912 dua mahasiswa lulusan Stovia, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat serta seorang Indo, E.F.E. Douwes Dekker, mendirikan Partai Hindia atau Indishe Partij (IP). Maka semakin maraklah organisasi-organisasi kebangsaan yang dipelopori oleh mahasiswa. Tidak ketinggal, mahasiswa-mahasiswa Indonesia di negeri Belanda antara bulan Januari-Pebruari 1925 didirikan organisasi yaitu Perhimpunan Indonesia (PI)—oragnisasi ini merupakan kelanjutan dari Indsche Vereeniging. PI sangat dipengaruhi oleh ideologi marxisme yang sedang naik daun di Eropa dan juga banyak melakukan diskusi-diskusi dengan tokoh-tokoh komunis Indonesia seperti Semaun. Selain organisasi-organisasi ini, di Indonesia juga berkembang study-study club misalnya yang terdapat di Surabaya dan di Bandung. Study Club yang ada di Bandung kemudian berkembang menjadi Partai Nasionalis Indonesia (PNI) yang dipimpin oleh Soekarno.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar